Saturday, December 26, 2009

Kopi Aroma

Anda penikmat kopi?Saya bukan , tapi tergelitik untuk mengunjungi pabrik kopi Aroma. Bayangkan, sejak lahir tinggal di Bandung, sering lalu lalang di depan pabriknya, tetapi tidak tahu sejarahnya yang sudah sedemikian melegenda.
Kesempatan pertama mengunjungi pabrik Kopi Aroma akhirnya datang saat saya bergabung dengan Bandung Trails untuk membuat event Tur Pecinan tahun 2006. Pabrik kopi yang berada di tikungan jalan Pecinan Lama ini tentu saja menjadi salah satu objek kunjungan tur. Di suatu pagi di hari Sabtu yang mendung, jalan Banceuy masih lengang dari kendaraan lewat maupun parkir.

Bangunan bergaya art deco ini bisa langsung dikenali karena belum tertutup oleh parkiran mobil dan pedagang kaki lima onderdil mobil yang biasa memenuhi pinggir jalan Banceuy di siang hari. Pukul 7.30 pagi, meskipun toko belum resmi dibuka (resminya buka jam 8 pagi), kami langsung disambut oleh semerbak aroma kopi begitu pintu dibuka oleh Bapak Widyapratama, generasi kedua pemilik kopi Aroma. Kami langsung "disuguhi " sejarah pabrik kopi ini saat saya berkomentar " Wah....wangi sekali!". Beliau tertawa dan berkata,"Ngerti kan kenapa dikasih merk Kopi Aroma? ya karena wanginya ini."

Pabrik kopi ini didirikan oleh mendiang ayahnya, Tan Houw Sian, yang dulunya bekerja di perkebunan kopi milik orang Belanda di awal 1900an, Setelah bertahun - tahun memiliki pengetahuan tentang kopi, maka tahun 1930an sang Ayah memutuskan untuk membuat pabrik kopi sendiri.

Pabrik kopi ini masih dijalankan dengan cara tradisional, bahkan etalase tokonya pun masih "kuno".
Meja etalase tidak berbentuk meja kaca seperti toko - toko pada umumnya, tetapi berupa meja kayu yang berisi contoh - contoh biji kopi berdasarkan umurnya, ada yang berumur 1 tahun, 5 tahun, 8 tahun, bahkan biji kopi yang masih berkulit. Ada dua jenis kopi yang dijual di sini, kopi jenis Arabika (diambil dari perkebunan di Aceh, Medan, Toraja, Timor) dan jenis Robusta (diambil dari perkebunan di Lampung dan beberapa tempat di Jawa). Untuk mendapatkan biji kopi berkualitas, Pak Widya tidak segan - segan turun langsung ke kebun kopi untuk memastikan buah kopi yang dipetik merupakan buah kopi yang benar - benar matang.

Di ruang penimbangan dan pengemasan kopi ini juga terdapat mesin cash register kuno yang dulu dipakai ayahnya, selain itu terdapat beberapa mesin penggiling kopi kuno.
Kami langsung digiring ke ruang belakang yang merupakan pabrik kopi. Di dinding atas, tersimpan 3 buah sepeda kumbang, sebagai lambang perjuangan sang Ayah dalam menjalankan usahanya.
Kami kemudian diajak melihat biji - biji kopi berbagai umur yang tersimpan di kaleng - kaleng besar. Biji kopi yang baru dipetik berwarna kehijauan, semakin lama disimpan warnanya semakin gelap. Biji kopi yang baru datang, tidak langsung diolah melainkan dijemur terlebih dahulu selama sekitar 7 jam di halaman belakang pabrik. Setelah dijemur, biji kopi dimasukkan karung goni yang kemudian akan diperam di gudang kopi. Pemeraman ini dimaksudkan untuk menghilangkan sifat jelek kopi, yaitu mengurangi kadar kafein dan menghilangkan kadar asam kopi sehingga kopi aman untuk diminum. Kami langsung takjub melihat ratusan karung kopi yang disusun rapi hingga memenuhi gudang kopi, bahkan untuk memasukinya, kami harus menginjak karung kopi yang tersusun seperti tangga. Pak Widya langsung menarik saya untuk mencoba membedakan kopi dalam karung yang berusia 1 tahun dengan yang 8 tahun dengan cara 'menonjok' karungnya.
 

keterangan foto: Tio ditumpukan karung kopi, sewaktu saya berkunjung kembali ke sini bulan Februari  2008 laluKopi yang berusia 8 tahun menjadi keras dan berwarna lebih gelap. Proses pemeraman ini berlangsung 8 tahun untuk kopi Arabika dan 5 tahun untuk kopi Robusta, karena kopi robusta kandungan asamnya tidak sebanyak kopi Arabica. 

keterangan foto: Tio lagi ngaduk-ngaduk biji kopi arabica yang sudah diperam selama 8 tahun, menunggu sebelum dipanggang.
Usai diperam, kopi disangrai selama kurang lebih 2 jam dengan mesin yang terletak di depan gudang kopi.
Mesin ini dipanaskan dengan menggunakan bara api yang diperoleh dari pembakaran kayu karet yang diperoleh dari limbah perkebunan karet. Kayu ini dipakai karena selain memberikan panas yang merata juga memberikan aroma khas pada kopi. Inilah yang membedakan pembakaran dengan gas dan kayu. Gas hanya membutuhkan waktu 8 menit, tetapi aromanya kurang muncul. Ada yang unik dengan tungku ini, meskipun api sedang berkobar - kobar di dalamnya, tetapi tungku tetap dingin jika dipegang. Hal ini dikarenakan saat membangunnya dahulu, Ayah pak Widya memasukkan gula ke dalam adukan semennya. keterangan foto: ini Pak Widya lagi ngecek kematangan biji kopi...sayang blur...tukang fotonya gak profesional sih

Setelah dipanggang, biji kopi didinginkan lalu dipilah berdasarkan beratnya melalui sebuah mesin. Biji kopi yang berat itulah yang baik. " Yah, mesin ini seperti SPMB lah", canda Pak Widya, " Yang lolos adalah yang berkualitas bagus, bukan yang paling gede sumbangannya".

Setelah dipilah, barulah biji kopi siap untuk dijual baik dalam bentuk biji maupun bentuk bubuk. Kita bisa membeli kopi dalam kemasan 250 gr, 500 gr, dan 1 kg. Harga perkilo untuk Robusta Rp. 40.000 sedangkan Arabica Rp. 50.000 (gak tau ya, harga sekarang) Kopi baru digiling dan dikemas saat pembeli datang memesan.
Kemasan kopinya unik, terbuat dari kertas yang dipesan khusus sehingga aromanya tetap terjaga. Cara penyimpanan kopi juga tertera pada kemasannya yang ditulis dalam bahasa Belanda, lho kok??? eit....jangan bingung dulu, di sampingnya ditulis juga "terjemahannya" dalam bahasa Indonesia, tapi ditulis dalam ejaan lama. Jangan lupa menyimpan kopi yang sudah dibuka kemasannya dalam kotak yang tertutup rapat supaya aromanya tidak hilang. Menikmati kopi ala kopi Aroma juga ada seninya. Bubuk kopi harus diseduh air mendidih hingga timbul buih, aduk - aduk, baru masukkan gula atau creamer, dengan demikian sajian kopi kita akan sempurna aromanya.

Pak Widya juga bercerita tentang kehebatan kopi yang lain. Kopi Robusta terbukti dapat mengobati luka, memperlancar pencernaan, mencegah migrain, dan mencegah stroke pada orangtua. Sifat kopi yang asam seperti yang banyak diberitakan di media memang benar, jika biji kopi diolah dengan cara 'instant' dan kurang cermat. Khusus untuk mempelajari sifat kimia kopi ini, beliau pada tahun 1970an belajar ke Singapura, padahal latar belakang Pak Widya ini ilmu ekonomi lho (beliau adalah dosen luar biasa di Unpad dan Univesitas Widyatama). Dari ilmu kimia kopi yang telah dipelajarinya, beliau yakin bahwa fermentasi yang berlangsung 8 tahun benar - benar dapat menurunkan kadar kafein dan keasaman kopi, sehingga manfaat yang kita ambil akan semakin banyak. Inilah sebabnya, Pak Widya dan keluarganya tetap memproduksi kopi secara tradisional, karena proses fermentasi yang bertahun - tahun tidak memungkinkan untuk membuat produksi massal. Meskipun begitu, pembeli kopinya berdatangan tidak hanya orang Indonesia juga dari manca negara. Saat kami berdiri di balik gerainya, meskipun dari luar tampak sepi, tetapi pembeli kopi datang silih berganti.
hihi..klo yang ini sih tukang kopi gadungan (foto by Agie, diambil waktu tur Pecinan)

Begitu deh, cerita tentang kopi Aroma....silakan kalo kapan-kapan ke Bandung mampir ke sini. Kalo pengen masuk lihat-lihat, tanya aja, apakah Pak Widya ada, kalo ada, pasti akan diantar lihat-lihat keliling pabrik...ngopi yuuuukkk
 

8 comments:

Yenny Syahbuddin said...

wah, lengkap sekali nih ceritanya, hmm..aku juga blom pernah berkunjung ke sana tuh.., jadi pengen ngopi... apalgi mendung2 gini :)

Susi . said...

He he he, akhirnya bisa juga masukkin ini cerita, maklum masih belajar, Mom Yenny. Ke sana deh, tapi janjian dulu kalo mau "didongengin" sama pak Widya.

Agnes Tri Harjaningrum said...

Susii..deuh baru ni yee hehe, udah bisa gitu lo, berarti email nya dah ga perlu dijawab ya, bisi salah soalnya aku gaptek abis, kerjaan ngandelin suami mulu hehe. Wah ada site jalan-jalan, idem dong kita demen jalan Sus. Pokoknya ntar kalo pulang tanya list tempat jalan2 di Bandung dll ke Susi aja ya :-)

Susi . said...

Tayang lagi....sudah diedit dan diperbaharui, khusus buat Rachmah di Surabaya

Rachmah Setyawati said...

Wuuuaaaaahhhhhhh.... WUOWWW... !!! (*pake W double double...)
Mbak Suci... I LOP YU So Muchhh ....mmmmmuuuuaccchhhh !!!

Lebih lengkap dari yang pernah aku baca wkt browsing bbrp sumber di net... thank U a lot yaaa....

Rachmah Setyawati said...

Jadi tambah kedap kedip mataku... *cling cling...bayanginnn kapaaann bisa wisata kopi ke Aroma Factory....hemmm... One Day !! I'm Sure.. ! Bersemangat !!!

yohana halim said...

wah...laporan saksi mata yang sangat lengkap....hehehehe...di suruh nonjok2 juga ? sama....oom widya-nya emang bener2 passionate ama kopi ya.....keliatan dari binar matanya pas ngejelasin panjang lebar ke kita....

Susi . said...

hehe...malah dia ngangkat Tio ke karung yang rada tinggi...biar nangkring di atas...memang beneran raja kopi dia